AG. H. Daud Ismail
Cenrana Kel. Salo Karaja Kab.
Soppeng
Sulawesi Selatan 20 Sya’ban 1327 H./1908 M. – 27 Rajab
1427 H./ 21 Agustus 2006 pada Usia 98 tahun.
Anregurutta
Haji (AGH) Daud Ismail. Sosok ulama besar Sulawesi Selatan yang memiliki
peran penting terhadap pengembangan syiar Islam di Sulawesi Selatan. Beliau
adalah salah seorang arsitek berdirinya Datud Da’wa wal Irsyad (DDI) bersama
almarhum AGH Abdurrahman Ambo Dalle dan AGH Muhammad Abduh Pabbajah serta
ulama-ulama sunni Sulawesi Selatan lainnya. Gurutta Daud Ismail juga dikenal
sebagai ulama ahli tafsir bahkan ia berhasil membuat tafsir (terjemahan)
Al-Qur’an sebanyak 30 juz dalam bahasa Bugis.
Pendidikan
Otodidak
Beliau Lahir di
Cenrana Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng tahun 1907 M., buah perkawinan
dari pasangan H. Ismail dan Hj. Pompola. Daud Ismail mengawali pendidikannya
dari kolong rumah. Di sana Gurutta
mulai belajar mengaji Al-Qur’an pada orang tua kandungnya. Kemudian
melanjutkan pendidikan ke pesantren-pesantren di Sengkang. Dari sinilah Daud
Ismail memiliki banyak guru dari kalangan ulama Sengkang.
Daud Ismail
adalah seorang yang otodidak, sejak kecil belajar sendiri untuk mengenal
aksara Lontara dan Latin. Kendati demikian, beliau juga pernah menimba ilmu
pada banyak guru, baik di Soppeng (Kabupaten Soppeng) maupun di Soppeng Riaja
(Kabupaten Barru), Sulawesi Selatan.
Antara tahun
1925 – 1929 Daud Ismail juga belajar kitab qawaid di Lapasu Soppeng Riaja,
sekitar 10 KM dari Mangkoso, 40 KM dari Kota Pare Pare. Di sana Daud Ismail
belajar pada seorang ulama yang bernama Haji Daeng. Pada masa itu pula Daud
Ismail belajar kepada Qadhi Soppeng Riaja, H, Kittab.
Setelah
Anregurutta H. Muhammad As’ad kembali dari Tanah Suci dan mendirikan
Pesantren Bugis di Sengkang pada tahun 1927 yang bernama Al-Madrasatul
Arabiyah Al-Islamiyah (MAI), maka pada tahun 1930 Daud Ismail kembali ke
Sengkang untuk belajar kepada Anregurutta H.M. As’ad dan termasuk santri
angkatan II, setelah Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle.
MAI ini
merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua yang dikenal masyarakat di
Sulawesi Selatan. MAI Sengkang Wajo didirikan pada bulan Zulkaidah 1348 H.
atau bertepatan bulan Mei 1930 M. oleh Anregurutta As’ad yang baru saja
kembali dari Mekkah pada tahun 1928 setelah menyelesaikan masa belajarnya
pada Madrasah Al-Falah Mekah. Pada awal-awal berdirinya, MAI Sengkang Wajo
hanya merupakan pengajian pesantren yang pelaksanaannya mengambil tempat di
rumah kediaman Anregurutta As’ad sendiri. Setelah santrinya bertambah banyak
tempat pelaksanaan pengajiannya dipindahkan ke Masjid Jami’ Sengkang.
Selama belajar
di Sengkang Daud Ismail merasakan banyak sekali kemajuan khususnya dalam
menguasai kunci ilmu-ilmu agama. Misalnya, Ilmu Qawaid, Ilmu Arudh, Ilmu
Ushul Fiqhi, Ilmu Mantiq dan lain-lainnya. Hal itu cukup dirasakan oleh Daud
Ismail karena metode mengajar yang diterapkan oleh Gurutta H.M. As’ad
terbilang sudah lebih maju dari metode yang didapatkan sebelumnya. Sehingga
menurut pengakuan Daud Ismail, santri-santrinya cepat menguasai apa yang
diajarkan.
Salah satu
kesan mendalam Daud Ismail kepada Anregurutta As`ad, ketika gurunya ini
mengajarkan ilmu Arudh yang diajarkan setelah Shalat Isya, hingga larut
malam. Bahkan terkadang sampai sekitar jam satu malam. Anehnya, Gurutta Daud
Ismail hanya diajarkan ilmu Arudh ini selama satu malam saja. Keesokan
harinya beliau langsung diberi kitab untuk dipelajari sendiri.
Setelah belajar
langsung kepada Anregurutta As`ad di Sengkang, Daud Ismail kemudian
dipercayakan untuk mengajar pada tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, meskipun
beliau tetap belajar kepada Anregurutta As’ad. Kebetulan pada waktu itu,
belum ada tingkat Aliyah. Sejak saat itulah, orang-orang mulai memanggilnya
Gurutta (panggilan kehormatan setingkat di bawah Anregurutta) Daud Ismail.
Gurutta Daud
Ismail temasuk santri yang paling disayangi oleh Anregurutta As`ad. Hal itu
dibuktikan dengan ketatnya pengawasan kepada beliau. Gurutta Daud Ismail
tidak diizinkan meninggalkan pesantren, hingga memasuki masa sulit ketika
harus meninggalkan Sengkang.
“Laing memetto
gurutta Sade` usedding batena mappa`guru”, (Saya merasakan memang agak lain
waktu saya belajar pada Gurutta Sade – panggilan akrab bagi Anregurutta
Muhammad As`ad – dibanding waktu saya belajar di tempat lain), demikian
kenang Gurutta Daud Ismail tentang gurunya ini.
Wasiat Sang
Guru
Pada tahun
1942, ketika pecah perang dunia II, merupakan masa sulit yang dialami Gurutta
Daud Ismail. Kondisi tersebut membuatnya terpaksa meninggalkan Sengkang untuk
kembali ke kampung halamannya di Soppeng. Salah satu cobaan berat Gurutta
Daud Ismail yang ketika ini adalah waktu itu adalah berpulangnya istri
pertama ke Rahmatullah.
Tak lama
kemudian, pada tahun 1942 – 1943 beliau diminta mengajar di Al-Madrasatul
Amiriyah Watang soppeng menggantikan Sayyed Masse. Dan waktu itu juga beliau diangkat
menjadi Imam Besar (Imam Lompo). Hingga akhirnya beliau memutuskan
meninggalkan perguruan tersebut, karena dibatasi gerakannya oleh Nippon dan
adanya latihan menjadi tentara Jepang (PETA).
Pada tahun 1942
M. ini pula Daud Ismail diangkat sebagai Imam Besar di Lalabata, Kabupaten
Soppeng, sambil mengajar pada sebuah madrasah. Beliau juga pernah menjadi
guru pribadi bagi keluarga Datu Pattojo, tepatnya pada tahun 1944. Karena
diakui sebagai seorang ulama yang berilmu luas dan mendalam, Daud Ismail diangkat
sebagai Kadhi (hakim) di Kabupaten Soppeng pada tahun 1947. Jabatan ini
beliau sandang hingga tahun 1951. Kemudian antara tahun 1951-1953, beliau
menjabat sebagai pegawai di bidang kepenghuluan pada Kantor Departemen Agama
Kabupaten Bone. Sejak saat ini Daud Ismail telah mulai biasa disapa sebagai
Anregurutta.
Sepeninggal
Anregurutta As‘ad (1952 M), Anregurutta Daud Ismail diminta oleh para pemuka
masyarakat Wajo dan sesepuh Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) untuk datang ke
Sengkang melanjutkan pembinaan madrasah yang ditinggalkan oleh Anregurutta
Muhammad As‘ad. Pada tahun 1953 nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) diubah
pada tahun 1953 menjadi Madrasah As‘adiyah sebagai penghormatan dan
penghargaan kepada Anregurutta M. As‘ad.
Kembali ke
Sengkang merupakan wasiat dari Anregurutta As’ad, bahwa Gurutta Daud Ismail
harus kembali ke Sengkang untuk memimpin MAI. Maka meskipun dengan resiko
harus meninggalkan status pegawai negerinya, Anregurutta tetap memenuhi
wasiat gurunya tersebut. Namun. Anregurutta Daud Ismail hanya menetap dan
memimpin MAI Sengkang selama 8 tahun. Karena adanya desakan dari Soppeng agar
beliau kembali membina madrasah di daerahnya. apalagi waktu itu beliau merasa
sudah ada kader-kader ulama yang dapat menggantikan Anregurutta Daud Ismail.
Setelah
meninggalkan Sengkang pada tahun 1961, Anregurutta Daud Ismail kembali ke
Soppeng. Ia mendirikan sekaligus mengetuai Yayasan Perguruan Islam Beowe
(YASRIB) dan membuka Madrasah Muallimin pada tahun 1967. Pada masa ini
Anregurutta Daud ismail juga diangkat kembali menjadi Qadhi (untuk kedua
kalinya) di Soppeng.
Menulis Kitab
Suku Bugis
dikenal sebagai salah satu suku di Indonesia yang sangat kental menganut dan
melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam. Untuk keperluan itu, mereka sangat
bergantung pada apa yang mereka peroleh dari al-Qur‘ân, sehingga tafsir
al-Qur‘ân memegang peranan penting dalam kehidupan keagamaannya.
Atas dasar yang
demikian, maka Anregurutta Daud Ismail melahirkan sebuah karya tafsir
berbahasa Bugis. Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada
masyarakat Bugis untuk lebih mudah mengakses dan memahaminya. Terutama sekali
adalah agar adanya aksara Lontara, yaitu huruf abjad bahasa Bugis, tidak
lekas punah.
Tujuan beliau
menyusun buku tafsirnya adalah untuk memelihara bahasa Bugis dari kepunahan.
Untuk itu, beliau berharap agar karyanya itu ditempatkan di masjid-masjid,
sehingga jemaah dapat dengan mudah membacanya. Hal ini merupakan salah satu
upaya mempertahankan eksistensi bahasa Bugis.
Anregurutta
Daud Ismail berharap agar karyanya itu ditempatkan di masjid-masjid, sehingga
jamaah dapat dengan mudah membacanya. Hal ini merupakan salah satu upaya
mempertahankan eksistensi bahasa Bugis.
Karya lain yang
pernah ditulis Anregurutta Daud Ismail, antara lain Ashshalatu Miftahu Kulli
Khaer (bahasa Bugis), Carana Puasae, kitab-kitab ini ditulis dalam bahasa
Bugis. Sementara Tafsir dan Tarjamah Al-Qur’an 30 Juz dalam bahasa Bugis
merupakan karya tulis terbesarnya.
Anregurutta
Daud Ismail memimpin Pondok Pesantren YASRIB sampai menghembuskan napas
terakhirnya. Anregurutta Daud Ismail menghadap ke hadirat Allah SWT dalam
usia 99 tahun pada Senin 21 Agustus 2006 sekitar pukul 20.00 WITA, setelah
sempat dirawat selama tiga pekan, di Rumah Sakit Hikmah, Makassar.
Anregurutta Daud Ismail masih menjabat sebagai Kadhi di Kabupaten Soppeng.
Selain itu amanah yang masih disandangnya adalah Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kabupaten Soppeng tahun 1993-2005
|
|||
Iyyaro Tau Parritae Yattangngari gau'na, Jadi maanaa I paddisengenna sibawa gau-gau na' (AG. H. Basri Daud Ismail, Lc.)
Sabtu, 16 Februari 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mewakili Pondok Pesantren Yasrib Lapajung
Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekan Republik Indonesia yang ke -77, Tahun ini kembali santri Pondok Pesantren Yasrib membawa nama b...
-
AG. H. Daud Ismail Cenrana Kel. Salo Karaja Kab. Soppeng Sulawesi Selatan 20 Sya’ban 1327 H./1908 M. – 27 Rajab 1427 ...
-
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillah pondok pesantren YASRIB kembali membuka pendaftaran santri baru tahun a...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar